Gumuk Pasir Parangkusumo, Riwayatmu di Era Kekinian
Taman Gumuk Pasir Parangkusumo, 2019 |
Hari ini di hari lebaran ke 4 Idul Fitri 1440 H, agenda seperti biasanya, kami sekeluarga meniatkan untuk pergi ke pantai selatan Jogja. Ya memang destinasi libur lebaran kita cuma itu-itu saja dari tahun ke tahun. Dan memang selalu ke pantai, karena si keponakan sulung selalu merindukan pantai, ya maklum karena masa kecilnya jadi anak pantai di Labuan Bajo sana, dan itupun jadi nular ke adeknya yang juga jadi pecandu pantai.
Beberapa tahun kebelakang yang selalu jadi tujuan adalah pantai di sekitar Samas dan Kuwaru (simak ceritanya disini dan disini), dan lebaran kali ini kita memilih ke Pantai Depok dan Gumuk Pasir Parangkusumo. Seperti biasanya kalau lebaran jalur ke arah pantai selatan memang ramai. Sehingga lewat Jalan Bantul lebih menjadi pilihan daripada harus menyusuri padatnya Jalan Parangtritis.
Sekilas tidak banyak yang berubah dari Pantai Depok, masih jadi tempat andalan untuk kuliner ikan. Cuma sekarang sangat menjamur spot-spot selfi ala-ala kekinian. Tapi masih bisa dimaafkan lah ya, karena hamparan pasir dekat pantai masih luas dan lega buat main-main. Oh iya tips buat yang mau kulineran ikan di Pantai Depok, begitu datang maka pesanlah makan dahulu baru main-main. Karena kalau lagi musim ramai gini, buat antri dan masak makanannya paling ga butuh waktu sampai 2 jam.
Selepas ashar kami meninggalkan Pantai Depok dan kemudian singgah ke Gumuk Pasir Parangkusumo. Sebenarnya dari dulu juga sudah sering lewat Gumuk ini kalau dari atau ke Pantai Depok, tapi semenjak makin hits beberapa tahun belakangan ini, si bontot belum pernah foto-foto disini, maka jadilah disempatkan mampir sebentar. Dan malah aku yang jadi terkaget-kaget dengan pemandangan Gumuk Pasir sekarang.
Flasback suasana Gumuk Pasir tahun 2015
Terakhir kali aku mengunjungi Gumuk Pasir ini adalah tahun 2015 bersama teman-teman kuliah. Memang waktu itu bukan weekend ataupun hari libur sehingga suasananya sangat sepi, tidak ada bekas jejak kaki di diatas pasir. Hanya terlihat kontur pasir yang terbentuk dari goresan angin. Jejak langkah kaki yang tertinggal dari kaki kami pun segera tersapu oleh angin. Saat itu memang angin berhembus kencang tanpa banyak tanaman maupun bangunan yang dapat mematahkan angin.
Hanya ada hamparan pasir saja
Menikmati keindahan Gumuk Pasir rasanya seperti pemandangan Gurun di Semenanjung Arab ataupun di Africa. Mau sandboarding juga enak, tinggal sewa boardnya saja.
Ciri khas Gumuk Pasir dengan kontur sapuan angin masih sangat bisa dirasakan
Gumuk Pasir era kekinian (tahun 2019)
Jika dulu hanya gundukan-gundukan yang sedikit ditumbuhi pandan berduri, kini Gumuk Pasir berubah menjadi tempat wisata dengan aneka spot-spot selfi yang katanya kekinian. Ada perasaan senang tapi disisi lain ada perasaan miris juga. Senangnya karena liat makin banyak wisatawan yang datang, otomatis perekonomian warga setempat makin menguat.
Gumuk Pasir yang ditanami aneka bunga dan pohon dadakan |
Beberapa spot memang berhasil menambah cantik lokasi Gumuk Pasir, seperti taman-taman bunga dan sebagainya. Sebenarnya pun hal yang baik karena berhasil menambah nilai lebih dari lahan sub-obtimal seperti ini. Tapi menurut saya ada hal yang kurang tepat. Sebagai pecinta keaslian alam, kok saya lebih suka jika pengembangan wisata Gumuk Pasir ya dimaksimalkan keunggulannya sebagai Gumuk Pasir. Bukan serta merta membangun dengan instan spot-spot yang dinilai dapat mendatangkan wisatawan dan keuntungan dengan instan.
Mendadak ada kaktus tumbuh subur |
Mirisnya lagi, banyak ornamen tambahan yang sangat dipaksakan keberadaannya, sehingga justru membuat keaslian Gumuk Pasir menjadi menghilang. Icon tulisan Gumuk Pasir yang tadinya ku kira hanya ada 1 ternyata ada banyak, jadi ga bakalan bisa lagi deh kalau mau foto ala-ala layaknya gurun di Semenanjung Arab atau di Afrika.
Enjoy Aja! Nikmati suasana Gumuk Pasir 2019 |
Comments
Post a Comment