Excited Dieng Plateau, Negri di Awan

Perjalanan ini adalah ketiga kalinya aku ikut dalam kegiatan Praktikum Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Saat menjadi praktikan (baca Suka Duka Sepanjang Semester 5), saat menjadi asisten (baca: Tawangmangu: Praktikum sambil jalan2 atau jalan2 sambil praktikum?) dan sekarang saat diajak menjadi asisten pembantu alias penumpang gelap. Tapi karna tempatnya berbeda dengan yang sebelumnya, jadi yuuukkkk brangkattt!!!!!

Praktikum kali ini berbeda dengan sebelumnya, biasanya praktikum lapangan itu naik bus atau naik motor. Tapi praktikum kali ini semua rombongan naik mobil, ya memang lebih efektif sih secara pesertanya tidak terlalu banyak selain itu perjalanan yang kita tempuh jauh dan topografinya cukup ekstrim. Aku ngikut rombongan mobil asisten lain sani, sita, ririn plus ketambahan praktikan kidung, udin, dan rohmat. Sbelum berangkat sani dan sita mengeluarkan antimo dan kami serombongan ikut minum antimo. Meskipun aku jarang mabok kendaran, tapi minum antimo merupakan pilihan yang tepat karna efektif membuat kami semua tertidur sepanjang perjalanan, dengan harapan bisa kondisi badan fit saat sampai di tujuan.

Tiga jam berlalu stelah meninggalkan kota jogja, lima rombongan mobil mulai menaiki dataran tinggi dieng, dingginnya udara dieng sudah mulai menyapa, dan kamipun mulai disuguhi dengan pemandagan yang luar biasa indah. Tak terkira nikmat Tuhan yang memberikan tanah yang begitu subur untuk masyarakat dieng, sampai di puncak gunungpun masih bisa ditanami tanaman pertanian.


Hamparan teras menyelimuti seluruh bukit di dataran tinggi ini, hampir tidak ada celah untuk areal hutan ataupun tanaman keras. Tanaman yang agak keras hanyalah buah carica yang merupakan icon dari dataran tinggi dieng, dan itu pun kalah luas dengan lahan untuk komoditas kentang dan sayuran lainnya.

Dan sampailah kita ke tujuan pertama yaitu di salah satu lahan pertanian dieng, di lahan pertanian ini kita mengenal lebih dekat dan dalam tentang pertanian yang dilakukan oleh masyarakat dieng. Nah disini kita banyak mengetahui dibalik indahnya pemandangan bukit dengan teras yang berlapis-lapis ternyata banyak hal-hal yang mungkin akan menjadi tidak indah pada waktunya. Salah satu yang menjadi ancaman bagi pertanian di dieng ini adalah longsong. Hal ini tak luput karena akibat dari penanaman lahan kentang yang melawan kontur dan tak adanya areal untuk resapan air.


Selain itu disekitar lahan pertanian kita juga diperlihatkan usaha konservasi yang telah dilakukan, salah satunya adalah dengan dibangunnya bronjong yang membendung aliran sungai kecil. Fungsi utama bronjong ini adalah untuk menahan sedimen yang dibawa oleh aliran air sehingga sedimen ini tidak menumpuk di hilir sungai. Secara erosi yang diakibatkan dari penanaman melawan kontur ini sangat besar.

Siang itu tak hanya pemandangan indah yang disuguhkan pada kami tetapi kami juga disambut oleh hujan yang turun ketika kami di tengah lahan. Ya lumayan sih, cukup membuat kami kedinginan. Dan pas banget dengan sajian khas tempe kemul yang menjadi menu andalan daerah dataran tinggi.  

Selesai dari lahan pertanian lanjut ke kawasan wisata dieng plateau, yang menjadi tujuan selanjutnya adalah telaga merdada. Kamipun agak kecewa karena kok ke telaga merdada bukan ke telaga warna. Masak udah jauh-jauh ke dieng tapi ga mampir ke telaga warna. Ternyata eh ternyata di telaga merdada ini Bapak Dosen bermaksud menunjukkan telaga yang menjadi daerah simpanan air di dataran tinggi ini, dan tak ketinggalan dengan kontroversi karna bukit disekitar telaga ini telah beralih fungsi dari lahan hutan menjadi lahan pertanian, bisa dibayangkan erosi dari lahan pertanian dapat menyebabkan pendangkalan telaga.


Tak jauh dari telaga merdada akhirnya kita ke telaga warna yang menjadi icon wisata dieng plateau. Telaga warna, berwarna-warni karna adanya belerang, dan karena adanya belerang ini maka baunya menyengat sekali, kalau menurutku seperti telur busuk, hehe. Dan karna ini kali pertama saya mengunjungi telaga warna ini, ya sudah pasti momen foto-foto menjadi agenda utama. Si Yuli pun yang tadi cemberut akhirnya bisa enjoy karna mendapat background yang pas untuk menyalurkan bakat narsisnya. Hanya saja hujan juga menemani kunjungan kami ke telaga warna ini, tapi itu tak menghalangi kami meskipun harus berpayung-payung ria tetep berfoto tak boleh dilewatkan.



Puas menikmati pesona telaga warna, akhirnya kamipun harus meninggalkan kawasan wisata dieng plateau. Sebenarnya masih banyak objek wisata lain yang tak kalah indah di kawasan dieng plateau ini diantaranya yang sudah tersohor ada candi arjuna dan kawah sikidang, namun karena ini bukan perjalanan wisata ya jadi  sayang sekali kita tak bisa mampir. Sepanjang menuruni dataran tinggi dieng kabut awanpun tak absen menemani perjalanan kita. Kabut awan yang menyelimuti tak urung menjadikan kami bagaikan melangkah di awan. Bener-bener deh gak salah jika dieng plateau diberi julukan negri di awan.


Comments

Popular posts from this blog

10 Alasan Pilih Kampung Prai Ijing sebagai Tujuan Wisata Budaya Sumba

Pembuatan Pupuk Organik

[Korea Trip: Part 2] Lotte Mart dan Myeongdong, all about belanja