Sepenggal Kisal dari 1050 mdpl, kaki gunung gEde

Senja di sore itu, Rabu 20 Januari 2010. Rajawali melaju dengan kencang mengantarkan kami menyusuri selatan pilau jawa menuju suatu desa terpencil nun jauh di kaki gunung Gede Sukabumi. Yang menjadi tujuan kami adalah tempat kerja praktek kami di PT Perkebunan Nusantara Goalpara, yang terletak di desa Cisarua, kecamatan Sukaraja, kabupaten sukabumi, propinsi Jawa barat.

Mentari pagi dari balik ujung gunung menyambut kedatangan kami di kampung goalpara. Sambutan yang tak kalah pentingnya adalah ucapan selamat datang kepada kami dengan bahasa sunda yang sumpah kami ga ngerti artinya apa. Mereka sepuasnya berbicara pada kami dengan bahasa sunda sementara kami semua adalah orang jawa. Dinginnya goalpara pun mengantarkan kami untuk memulai mengarungi kehidupan di sebuah desa 1050 mdpl ini.

Perkebunan teh Goalpara ini sudah berdiri sejak jaman penjajahan Belanda. Perkebunan teh ini merupakan perkebunan teh yang dirintis oleh pemerintahan kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka perkebunan teh ini selanjutnya menjadi milik Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya dikelola oleh PTPN XIII Jawa Barat. Jadi wajar saja jika bangunan dan peradaban dikampung ini masih bergaya Belanda. Mulai dari peralatan pengolahan teh yang masih orthodoks, bangunan-bangunan rumah di emplasement, bangunan kantor, jalan akses menuju perkebunan, dsb masih merupakan peninggalan belanda. Dengan kata lain, kondisi di desa ini masih sangat kuno belum ada pembaharuan. Yang menjadi nilai tambah dari peradaban di perkebunan ini adalah keramahan yang luar biasa yang disajikan oleh berbagai kalangan orang yang tinggal dan bertumpu hidup pada perkebunan ini. Mulai dari pak DM, stafnya, mandor, pekerja, sampai penduduk disekitarnya, yang mungkin suasana ini yang tak kan bisa kita dapatkan di kota besar.

Banyak sekali pengalaman baru yang kami peroleh selama di perkebunan teh ini, pengalaman yang mungkin tak kan kami peroleh jika kami tidak berada di tempat ini. Pengalaman yang baru bagi kami dan merupakan hal yang asing adalah dengan menjadikan truk sebagai transportasi utama selama diperkebunan, baik mau ke lahan atau untuk sekedar berjalan-jalan. Jalanan di perkebunan memang medannya bagaikan arena off road, jadi kendaraan andalan hanya truk atau motor, tapi berhubung kami tidak membawa motor jadilah truk menjadi kendaraan andalan kami. Sungguh pengalaman yang takkan terlupakan naik bak truk dengan medan off road, bener-bener bikin mabok.

Pengalaman yang tak kalah menariknya adalah kita belajar proses dari menanam teh sampai dengan teh siap disantap, mulai dari pembibitan, bending, pemupukan, penyiangan, penyemprotan hama, pemetikan, pemangkasan, pengolahan teh, sampai belajar menjadi tester teh untuk mencicipi berbagai macam kualitas teh.

Hal lain yang tak ketinggalan yang selalu menjadi bumbu-bumbu dalam perjalanan kita adalah bagaimana menyatukan 5 kepala yang berbeda-beda agar tetap bisa sejalan. Itulah sekelumit kisah dari balik gunung gede


Comments

Popular posts from this blog

10 Alasan Pilih Kampung Prai Ijing sebagai Tujuan Wisata Budaya Sumba

Pembuatan Pupuk Organik

[Korea Trip: Part 2] Lotte Mart dan Myeongdong, all about belanja