Explorasi Singkat Sumba Barat Daya

Hari itu, setahun yang lalu, aku bersama Umi dan Dewi berkesempatan untuk transit di Sumba Barat Daya. Kami tiba di Bandara Tambolaka sekitar pukul 10.30. Driver dari hotel yang telah kami booking sebelumnya melalui jasa online telah menunggu kami untuk segera bergegas menuju hotel. 


Bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya

Hotel di Kota Tambolaka ini jumlahnya cukup terbatas, tapi jangan khawatir untuk rate kamarnya karena tersedia mulai dari kelas backpacker mulai harga 250rb/malam hingga kelas resort. Sedangkan untuk transportasi, hotel juga menyediakan sewa mobil dengan tarif 750rb/hari, memang cukup mahal tapi mobilnya tipe 4WD. Kaget gitu pas tau kalo mobilnya pajero, mewah sekali jadinya liburan kami, tapi memang wajar dan pas untuk kondisi jalan yang tidak semuanya aspal. Hotel yang kami booking tak jauh dari bandara Tambolaka, hanya 5 menit saja kami sudah tiba di hotel. Kami hanya drop barang di hotel dan siang itu sekitar pukul 12 kami langsung lanjut untuk menjelajah Sumba Barat Daya. 

Sebelum menuju tempat wisata kita harus mengisi perut dahulu atau menyiapkan perbekalan, karena di tempat tujuan wisata tidak ada rumah makan. Tujuan wisata kami hari ini adalah Danau Weekuri, Kampung Adat Ratenggaro dan Bukit Lendongara. Danau Weekuri terletak di pesisir barat dari pulau sumba, tepatnya di Kecamatan Kodi Utara, Sumba Barat Daya. Perjalanan ditempuh sekitar 44 km dari kota Tambolaka kurang lebih 1 jam perjalanan. Setelah separuh perjalanan melewati jalan aspal dan dilanjutkan dengan jalan bebatuan, kamipun tiba di Danau Weekuri. 


View Danau Weekuri dari atas jembatan

Danau Weekuri sebenarnya merupakan sebuah laguna yang dikelilingi oleh tebing. Dari atas tebing yang membatasi antara laut dengan laguna, kita bisa berjalan melalui jembatan sambil menikmati pemandangan dan mengambil foto. Bagi yang ingin menikmati suasana air, kita bisa berenang di dalam laguna, tapi persiapkan segala kebutuhan sendiri ya, karena fasilitas disini belum cukup lengkap. Keindahan alami laguna weekuri sayangnya belum sebanding dengan tata ruang dan tata kelola, terutama untuk penataan pedagang yang terlihat kurang rapi. Untuk memasuki kawasan Weekuri ini kita tidak dipungut retribusi dari pemda setempat, tapi kita harus mengisi buku tamu dan mengisi uang kas minimal Rp 50.000,- per rombongan atau per mobil. 


View sebaliknya Danau Weekuri

Searah dengan danau weekuri, kami kemudian berkunjung sejenak ke Kampung Adat Ratenggaro di Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya. Di kampung adat ini kita bisa merasakan seperti kembali ke masa lalu, ini dikarenakan bangunan-bangunan rumah yang masih terjaga ciri khasnya. Warga di kampung ini sangat ramah dengan tamu, melihat kami datang tanpa tour guide warga lokal pun kemudian mengantar kami untuk melihat berkeliling dan mengenalkan tentang kampang mereka kepada kami. Tapi jangan kaget jika selama berkeliling, kita akan diikuti oleh penduduk setempat yang menawarkan kerajinan tangan dan juga anak-anak yang menawarkan untuk menaiki kuda. Selain rumah adat, yang menarik lainnya di Kampung Adat Ratenggaro ini adalah kubur batu yang merupakan kuburan leluhur warga kampung ratenggaro pada zaman megalitikum. 


Bersama penduduk lokal Kampung Ratenggaro

Letak Kampung Adat Ratenggaro ini persis berada di bibir pantai. Pemandangan pantai ratenggaro dengan pasir putih dan berlatar rumah adat ini sangat mempesona, dan sungguh sayang jika dilewatkan tanpa mengambil foto. Sama seperti di Weekuri, disini tidak ada retribusi tapi harus mengisi buku tamu dan uang kas. Untuk berkeliling di Kampung Adat Ratenggaro besaran uang kas seikhlasnya saja, sedangkan untuk sampai ke Pantai Ratenggaro uang kasnya terpisah dan minimal Rp 50.000,-. Tips jika datang ke Kampung Ratenggaro sebaiknya anda menggunakan sepatu yang tertutup, karena ternak kuda dan babi disini diumbar bebas.

Pantai dengan latar pemandangan Kampung Ratenggaro

Hari beranjak sore, matahari sudah mulai turun, kamipun meninggalkan Kecamatan Kodi dan berbalik kembali ke Kota Tambolaka. Sebelum menuju Bukit Lendongara, kami menyempatkan untuk singgah di Masjid Agung Al-Falah Waitabula. Kami tiba di Bukit Lendongara saat matahari hampir memasuki peraduan. Bukit Lendongara ini terletak di Kecamatan Loura, hanya berjarak 10 km dari Bandara Tambolaka. Kalau di Sumba Timur terkenal dengan Bukit Wairinding, nah Bukit Lendongara ini adalah Bukit Wairinding versi Sumba Barat Daya. Di Bukit Lendongara ini kita bisa menjumpai gugusan bukit yang ditumbuhi dengan rumput hijau. Kita juga dapat menjumpai kuda yang berlarian bebas disini untuk mencari makan. Datanglah pada musim penghujan yaitu antara bulan November-April maka kita bisa menjumpai bukit dengan hamparan rumput hijau. Menikmati pemandangan matahari terbenam di Bukit Lendongara menjadi penutup dari penjelahanan setengah hari kami di Sumba Barat Daya.


Sore di Bukit Lendongara


Sebelum kembali ke hotel kami makan malam di resto dekat Bandara Tambolaka. Sepenglihatan kami tempat makan di Tambolaka tidak terlalu banyak, apalagi jika mencari makanan yang halal atau non babi. Tapi sempat kami melihat ada rumah makan padang di sekitar waitabula, pusat Kota Tambolaka. Sebenarnya hari itu kami bisa menambah satu tujuan wisata yaitu setelah dari Kampung Adat Ratenggaro kemudian menuju Pantai Bawana yang terkenal karena keindahan karang bolongnya yang menyerupai gerbang raksasa, dan Pantai Bawana juga masih terletak di Kecamatan Kodi. Jadi semestinya sore hari kami bisa menikmati sunset di Pantai Bawana, dan mengunjungi Bukit Lendongara keesokan harinya sebelum menuju Bandara. Tapi karena kami memikirkan efisiensi agar keesokan hari tidak perlu sewa mobil lagi dan efisiensi tenaga, maka kami memilih melewatkan Pantai Bawana yang indah. Jadi destinasi Pantai Bawana disimpan untuk wish list lain waktu kalau berkunjung ke Sumba lagi. 

Esok harinya kami sudah tidak ada destinasi ataupun agenda lainnya, meski penerbangan kami adalah penerbangan siang, tapi kami sengaja datang lebih pagi di ke Bandara. Karena sedari kemarin kami ga nemu makanan yang cocok, dan kami juga sudah tidak ada akses kendaraan maka jadinya ya udah minta aja sedari pagi sama petugas hotel untuk diantar ke Bandara. Sebenarnya di depan hotel yang tepatnya merupakan kawasan pusat kota, banyak lalu lalang penduduk lokal yang menawarkan jasa ojek. Tapi karena kami adalah anak-anak yang jiwa backpackernya ciut, jadi pada ga berani naik ojek di tempat yang baru pertama dikunjungi, dan di tempat itu juga ga ada yang pernah kami kenal sebelumnya. Maka jadinya ya pasrah aja, nahan laper dan ga keliling-keliling cari oleh-oleh. Demikianlah pengalaman singkat kami transit sehari semalam di Tambolaka dan menjelah setengah hari di Sumba Barat Daya.

Comments

Popular posts from this blog

10 Alasan Pilih Kampung Prai Ijing sebagai Tujuan Wisata Budaya Sumba

Pembuatan Pupuk Organik

[Korea Trip: Part 2] Lotte Mart dan Myeongdong, all about belanja