Pecel kembang Turi, Makam raja-raja, lanjut Kebun buah Mangunan

Membuka lembaran baru di 2013 dengan semangat baru dan cerita jalan-jalan baru. Sekelebat cerita dari jalan-jalan di hari pertama tahun baru akan mengawali postingan di 2013 ini, meskipun udah agak telat sih. 

Cerita dimulai dari hujan yang dengan lebatnya mengguyur jogja, planing tahun baru yang tadinya mau nonton jadinya cuma diisi dengan ngobrol ngalor ngidul di kos pinky alias kosnya kiki tempat biasa kumpul. Dari celotehan si adim yg ceritanya ke jogja lagi liburan dan kangen pingin makan pecel kembang turi, dan jadilah kami mengagandakan libur nasional tahun baru pergi sarapan pecel.

Niatnya mau sarapan pecel janjian brangkat jam 10 tapi karna ribet dan rempong sana-sini menjelang dhuhur baru bisa meluncur menuju imogiri. Jadilah sampai imogiri sudah tengah hari, bukan lagi sarapan tapi makan siang. Tak banyak kata kami langsung mengambil posisi lesehan dibawah pohon tepi sungai, dan bergegas menyantap pecel kembang turi yang beradu dengan wedhang uwuh. Benar-benar pelepas lapar yang pas.



Setelah kenyang barulah kami berfikir, mau kemana kita? Karna warung pecel ini berada di komplek makam raja-raja mataram, sudah tentu saja yang terbesit di benak adalah masuk ke makam raja-raja. Lagi pula meskipun udah pada sering makan pecel disini tapi pada belum pernah masuk ke area makam. 

Awalnya kami hanya ingin berkunjung hingga gerbang bawah makam saja, karna kami tahu untuk menuju area makam harus menaiki ratusan anak tangga. Tapi gara-gara iseng tanya-tanya ke tukang parkir di warung pecel jadilah kami diantarkan lewat jalan belakang dimana motor bisa dibawa naik hingga ke atas. 



Makam raja-raja Imogiri ini merupakan makam bagi raja-raja kerajaan mataram, dan dilanjutkan untuk makan raja-raja dari kesultanan yogyakarta dan pakualaman yogyakarta. Bangunan area makam yang terletak di bukit membuat tempat ini banyak terdapat ratusan anak tangga. Nah anak tangga inilah yang menjadi salah satu kelebihan dari arsitektur bangunan ini. Selain anak tangga yang menjadi andalan keindahan bangunan ini, udara sejuk dan pohon-pohon yang menjulang tinggi yang berumur ratusan tahun dan yang masih terjaga keasriannya ini juga yang menambah keindahan area ini.

Cukup berkeliling-keliling di area makam raja-raja, kamipun segera meninggalkan lokasi ini. Karna kami bisa sampai di area makam tanpa harus menaiki dan menuruni ratusan anak tangga, jadi kami merasa masih punya banyak tenaga untuk melanjutkan wisata ke tempat lain. Kemudian diputuskanlah kami beranjak menuju Taman Buah Mangunan yang lokasinya masih di seputaran Imogiri juga.

Dalam perjalanan menuju taman buah mangunan, ada hal yang menarik perhatian kami yaitu bukit kapur yang tandus. Bukit ini bisa didaki, sehingga banyak para pengendara yang sengaja singgah untuk sejenak menikmati pemandangan kota Bantul dari bukit kecil ini. Kami pun tak melewatkan kesempatan untuk menikmati pemandangan ini, sungguh bukit ini mengingatkan kami pada Gunung api purba Nglanggeran di Gunung Kidul. 



Taman buah Mangunan, sebenarnya kami sudah pernah mendatanginya saat praktikum lapangan dulu waktu jaman masih jadi mahasiswa semester awal kira-kira 5 tahun yg lalu. Awalnya perasaanku agak sedikit nyesel kenapa sih kesini lagi. Lima tahun berlalu gak banyak hal yang berubah, gedung pertemuannya masih tetap sama, pohon rambutan, pohon jeruk semuanya juga masih sama hanya bertambah tinggi saja, dan jalanannya juga masih berbatu seperti dulu.

Hal yang terlihat baru di taman buah ini ada beberapa ekor rusa, ada taman bermain seperti di taman kanak-kanak, ada juga kolam bisa buat mancing atau naik perahu bebek. Aku kurang bisa menikmati nikmatnya dari lokasi ini, kalu taman dan kolam kayak gini ga perlu jauh-jauh ke imogiri di seputaran kota jogja saja sudah banyak, bahkan lebih bagus. Aku hanya duduk terdiam melihat yang lain berpose suka ria.



Sampai akhirnya kami menemukan petunjuk jalan menuju puncak. Aku masih sempat agak pesimis paling puncaknya juga hampir sama dengan puncak bukit di jalan tadi. Perjalanan menuju puncak tidak begitu jauh, tak sejauh saat mendaki Nglanggeran. Yang menjadi lain ketika kami melihat segerombolan monyet diantara rindangnya pepohonan.

Tak berapa lama kami sudah sampai di puncak dan ternyata jauh dari yang ku banyangkan, aku sampai sejenak ternganga melihat pemandangan di puncak bukit ini.


Sungai yang berkelok membelah dua bukit menjadi ikon penting yang menambah pemandangan ini. Angin gunung yang berhembus sejuk membuat betah dan malas untuk beranjak. Lebih dekat lagi melihat kebawah terlihat peradaban masyarakat pesisir sungai. Jembatan gantung tepat di atas sungai yang menjadi jalur penghubung antar dua bukit, suara getaran saat ada yang melintas diatas jembatan merambat pelan menambah syahduhnya suasana alam pedesaan.

Tiada puas melihat pemandangan ini, namun matahari perlahan bergerak turun tandanya kami harus segera beranjak kembali pulang. Dalam perjalanan pulang karena insiden ban motor windy yang kempes akhirnya kami berlabuh di warung sate klathak. Sate klathak ini juga menjadi icon di daerah imogiri, sepanjang jalan raya jogja-imorigi berjejer warung penjual sate klathak. Tidak ada pakem rasa yang khas dari sate klathak ini, yang menjadi khas ya hanya si klathaknya ini, sate yang disajikan bukan menggunakan tusuk sate dari bambu tetapi ditujuk dengan klathak atau ruji dari roda. Jadi kalau soal rasa ya tergantung dari warung mana yang disinggahi.


Dan hari ini berakhir dengan senja di sate klathak, yang juga menandai berakhirnya perjalanan dan perjumpaan kami hari ini. Esok sudak kembali ke kehidupan masing-masing. Sampai jumpa lagi kawan dalam jalan-jalan selanjutnya.



Comments

Popular posts from this blog

10 Alasan Pilih Kampung Prai Ijing sebagai Tujuan Wisata Budaya Sumba

Pembuatan Pupuk Organik

[Korea Trip: Part 2] Lotte Mart dan Myeongdong, all about belanja